Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Naskah Drama Singkat

 (Panggung menggambarkan pemandangan senja di pantai. Di salah satu tempat, tidak terlalu tengah, ada sebatang kayu) 

Reyang duduk, merokok. Dari arah lain Uthe berjalan perlahan, pikirannya melayang.

Reyang : “Apa yang kau renungi, Bang?”

Uthe (terkejut, lalu datang mendekat).

Reyang : “Sini duduk. Mau merokok?” (mengulurkan bungkus rokok).

Uthe : “Tidak. Aku sudah merokok, tadi.”

Reyang : “Ah, jangan jual mahal. Aku tahu sudah beberapa hari ini perutmu tidak terisi dengan betul.

Uthe (diam, memandang ke laut)

Reyang : “Cobalah rokok tidak halal ini. Barangkali rasanya lebih enak dari rokok halal kalau memang yang halal tidak ada. Bukankah engkau sering mengatakan cara kerjaku mendapat uang cara yang tidak halal?”

Uthe : “Aku sudah merokok, tadi.”

Reyang : Ah, kau! Di kota ini seniman tidak bisa hidup kalau idealis kaya kau. Sekali waktu kita harus memaksa melepas semua ukuran yang kita tahu, Bang!” (menghembus asap rokok, mengejek).

Uthe : “Itulah yang aku tidak mau!”

Reyang : (menyeringai) “Dan begitulah kau jadinya. Perenung, redup, lapar. Padahal anak istrimu menunggumu dari hasil kerjamu!”

Uthe : “Ya, memang aku sedang merenung, menimbang-nimbang seperti biasa, meski penghasilan tidak menjanjikan.”

Reyang : (suara sinis) “Dan kemudian kita lapuk dimakan penghidupan yang menjemukan. Persoalannya bukanlah kembali. Kita harus bisa menyelaraskan finansial, Bang!

Uthe (suara sinis) “Huh menyelaraskan, katamu? Bukankah itu kata lain untuk mengucapkan pementasan harus dibayar mahal, membuang idealism?” (memandang tajam Reyang). 

Reyang : (berdiri angkuh) “Terserahlah. Yang jelas, aku punya uang. Kapan waktu bisa makan enak, merokok, dan melabuhkan sekali waktu ke toserba. Itu semua membahagiakan kalau kita punya uang.” (membuang punting, memijaknya, kemudian berjalan sambil bersiul).

Uthe : (merenung, memandang laut, kemudian tersenyum sinis sambil mengumpat). “Anj***Ng!


Post a Comment for "Naskah Drama Singkat"